Visakha adalah putri yang berbakti dan murah hati dari seorang jutawan. Ketika ia baru berumur 7 tahun, Sang Buddha mengunjungi tempat kelahirannya. Kakeknya, ketika mendengar adanya kunjungan Sang Buddha tersebut, menyuruh Visakha untuk keluar dan menyambut Sang Buddha. Meskipun ia masih amat muda, tetapi ia taat pada agama dan moral-etik. Dengan demikian, segera setelah mendengar uraian Dhamma dari Sang Buddha, ia mencapai tingkat Kesucian Pertama.
Ketika ia berusia 15 tahun, beberapa orang brahmana yang melihatnya, berpikir bahwa ia akan menjadi istri yang ideal bagi tuannya yang bernama Punnavaddhana, putra seorang jutawan yang bernama Migara. Vishakha memiliki 5 macam kecantikan seorang wanita - rambut yang indah, bentuk badan yang indah, struktur tulang yang bagus, kulit indah yang halus dan berwarna keemasan, serta tampak muda. Dengan demikian mereka membuat persiapan pernikahan Visakha dengan Punnavaddhana.
Pada hari pernikahannya, ayahnya yang bijaksana
memberinya beberapa nasihat yang dikelompokkan menjadi sepuluh, sebagai
berikut :
1. Seorang istri tidak boleh mencela suami dan
mertuanya di depan orang lain.
Demikian juga kelemahan/kekurangan
mereka ataupun pertengkaran rumah tangga
tidak boleh diceritakan kepada
orang lain.
2. Seorang istri tidak seharusnya mendengarkan
cerita-cerita dan laporan-laporan dari
rumah tangga orang lain.
3. Barang-barang boleh dipinjamkan kepada mereka
yang mengembalikannya.
4. Barang-barang tidak boleh dipinjamkan kepada
mereka yang tidak
mengembalikannya.
5. Sanak famili yang miskin dan teman-teman yang
miskin harus ditolong meskipun
mereka tidak dapat membayar
kembali.
6. Seorang istri harus duduk dengan anggun bila
melihat mertua atau suaminya, ia harus
menghormati mereka dengan
berdiri dari duduknya.
7. Sebelum seorang istri makan, ia pertama-tama
harus memastikan bahwa mertua dan
suaminya telah dilayani. Ia
juga harus memastikan bahwa pelayan-pelayannya telah
diurus dengan baik.
8. Sebelum pergi tidur seorang istri harus memeriksa
bahwa semua pintu telah ditutup,
perabot rumah telah dirapikan,
pelayan-pelayan telah melaksanakan tugas-tugas
mereka, dan mertua telah pergi
tidur. Sebagai aturannya, seorang istri harus bangun
pagi-pagi sekali dan jika
tidak sakit, ia tidak boleh tidur siang.
9. Mertua dan suami harus diperlakukan dengan
sangat hati-hati laksana api.
10. Mertua dan suami harus dihormati seperti
layaknya menghormati dewa.
Sejak Visakha berada di Savatthi,
kota suaminya, dia baik dan murah hati kepada semua orang di kota itu sehingga
semua orang mencintainya. Suatu hari, ayah
mertuanya sedang makan bubur-nasi manis dari mangkuk emas ketika seorang
bhikkhu mendatangi rumah itu untuk pindapata. Meskipun si ayah-mertua melihat
bhikkhu tersebut, ia tetap meneruskan makannya seolah-olah ia tidak melihat
bhikkhu tersebut.
Visakha dengan sopan berkata kepada bhikkhu
tersebut” “Maafkan, Yang Mulia Bhante, ayah mertuaku sedang makan makanan-sisa”.
Sudah sejak lama ayah-mertua Visakha tidak senang kepadanya karena Visakha adalah pengikut setia dan pendukung Sang Buddha, sedangkan dia tidak. Dia lalu mencari kesempatan untuk membubarkan perkawinan anaknya dengan Visakha, tetapi perilaku Visakha tidak bercacat. Sekarang dia mendapatkan kesempatan itu. Karena salah paham terhadap kata-kata Visakha tersebut, dia mengira Visakha telah menghina keluarganya.
Dia memerintahkan Visakha untuk
keluar dari rumah itu, tetapi Visakha mengingatkan dia akan permintaan
ayahnya kepada 8 anggota keluarga. Ayah Visakha berkata kepada mereka,
“Jika terdapat kesalahan pada putriku, selidiklah”.
Jutawan itu setuju dengan permintaan Visakha dan memanggil 8 anggota keluarga
untuk datang dan memeriksa Visakha bersalah karena kekasaran ucapannya.
Ketika mereka tiba, dia berkata kepada mereka, “Temukanlah kesalahannya
dan usir dia dari rumah ini”.
Visakha membuktikan ketidak-bersalahannya
dengan menerangkan sbb : “Tuan-tuan, ketika ayah mertuaku tidak memperdulikan
bhikkhu yang manisnya, berarti dia tidak menambah kebajikan dalam kehidupannya
yang sekarang. Dia hanya menikmati kebajikan-kebajikan dari perbuatan/kamma
lampaunya. Apakah ini bukan seperti makan makanan-sisa?”
Ayah mertuanya harus mengakui bahwa Visakha tidak bersalah karena ucapannya itu. Masih ada beberapa lagi kesalahpahaman setelah itu, tetapi Visakha selalu bisa menjelaskan hingga dia puas. Setelah kejadian-kejadian ini, ayah mertua Visakha menyadari kekeliruannya dan mengakui kebijaksanaan Visakha. Atas saran Visakha, dia mengundang Sang Buddha ke rumahnya untuk memberikan uraian Dhamma. Dengan mendengar uraian Dhamma itu, dia menjadi Sotapanna.
Dengan kebijaksanaan dan kesabaran, Visakha berhasil mengajak keluarga suaminya menajdi keluarga Buddhis yang bahagia. Visakha juga sangat dermawan dan suka menolong para bhikkhu. Ia membangun vihara Pubbarama dengan biaya yang sangat besar untuk kegunaan para bhikkhu. Visakha sangat gembira ketika Sang Buddha menggunakan 6 masa vassa Beliau di sana.
Dalam salah satu ceramah yang
disampaikan kepada Visakha, Sang Buddha menguraikan tentang delapan kualitas
pada diri seorang wanita yang dapat memelihara kesejahteraan dan kebahagiaan
dirinya di dunia ini dan nanti; yaitu :
“Dalam hal ini, Visakha, seorang wanita
itu melakukan pekerjaannya dengan baik, ia mengatur pelayan-pelayannya,
ia menghormati suaminya, dan ia menjaga kekayaannya. Dalam hal ini, Visakha,
seorang wanita itu memiliki keyakinan (saddha) di dalam Buddha, Dhamma,
dan Sangha, kebajikan-moral (sila), kemurahan-hati (caga), dan kebijaksanaan
(panna)”.
Dengan menjadi seorang wanita
yang punya banyak bakat, ia memainkan peran penting di dalam berbagai kegiatan
Sang Buddha dan para pengikutNya. Saat itu, ia diberi wewenang oleh Sang
Buddha untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara para bhikkhuni.
Beberapa peraturan vinaya juga ditetapkan untuk para bhikkhuni ketika ia
diminta untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
Ia meninggal dunia dalam usia yang tua benar
yaitu 120 tahun.